Sabtu, 19 Mei 2012

Potensi Agroindustri Itik Pedaging



Produsen induk ayam ras utama (grand-grandparent stock), adalah AS. Tetapi rakyat AS juga mengonsumsi daging itik peking, dan kalkun. Agroindustri itik peking pedaging, tersentralisir di Long Island, New York. Selain AS, konsumen daging itik utama adalah RRC dan Uni Eropa.


Agroindustri ayam pedaging (broiller), harus melalui tahapan menyeleksi beberapa induk galur murni. Induk-induk galur murni ini disilang-silangkan, hingga menghasilkan grand-grandparent stock (ayam buyut). Ayam buyut ini, akan menghasilkan keturunan grandparent stock (ayam nenek). Dari ayam nenek, dihasilkan parent stock (ayam induk), yang menghasilkan keturunan final stock. Final stock inilah yang dipelihara untuk dipotong sebagai ayam pedaging. Titik optimal pertumbuhan ayam pedaging, terjadi pada generasi final stock.


Kalau final stock dikembangbiakkan, hasilnya akan kembali ke parent stock, grandparent stock, grand-grandparent stock, atau ke ayam galur murninya. Hingga produktivitasnya akan terus menurun. Peternak ayam pedaging, mutlak harus selalu membeli benih berupa Day Old Chick (DOC = anak ayam umur sehari), dari breeder. Breeder DOC, harus selalu membeli parent stock, dari breeder yang lebih besar. Dan breeder penghasil parent stock, harus selalu mengimpor grandparent stock dari AS. Breeder penghasil grandparent stock, juga harus membeli grand-grandparent stock dari pemulia (pemegang hak Intelectual Property Right), ayam ras tersebut.


Hal ini tidak pernah terjadi pada peternakan itik pedaging. Peternak itik pedaging, bisa memroduksi Day Old Duck (DOD = anak itik umur sehari), dari induk yang mereka seleksi sendiri, dari farm mereka sendiri. Hingga tidak ada lagi ketergantungan dari perusahan multi nasional. Devisa bisa dihemat, dan uang untuk membeli DOD hanya berputar di lingkungan perusahaan sendiri. Pada tahun 1990an, daging itik baru disukai konsumen Kalimantan Selatan/Timur, serta Jawa Timur. Sekarang makan daging itik, baik itik goreng, maupun itik panggang, sudah menjadi trend di Jakarta, dan kota-kota besar lain di Indonesia.


Itik piaraan, terdiri dari empat kategori. Paling kecil kategori bantam : Itik Call, Itik Hindia Barat (Kepulauan Karibia), Itik Malard, dan Itik Australian Spotted. Kedua, kategori kelas ringan : Itik Lightweigh, Itik Bali, Itik Indian Runner (termasuk itik karawang, tegal, magelang, dan mojosari), Itik Alabio (silangan Indian Runner dengan Peking), Itik Khaki Campbell, Itik Welsh Harlequin, dan Itik Magpie. Ketiga, kategori kelas sedang : Itik Ancona, Itik Cayuga, Itik Crested, Itik Buff Orpington, Itik Blue Swedish, Itik Pink German. Keempat kategori kelas berat : Itik Appleyard, Itik Aylesbury, Itik Muscovy (entog, itik manila), Itik Peking, Itik Rouen, Itik Saxony, Itik Gressingham (silangan itik Mallard liar dengan Itik Peking).


Yang paling potensial untuk dikembangkan sebagai itik pedaging adalah kategori kelas sedang, dan berat. Kategori kelas ringan dan bantam, hanya cocok dibudidayakan sebagai itik petelur. Meskipun di Indonesia, pengkategorian seperti itu menjadi tidak berlaku. Standar ayam potong internasional adalah bobot 1,5 dan 2 kg. Di Indonesia, bobot itu melorot menjadi 1,5 kg (untuk restoran fast food), dan 1 kg, bahkan 1,8 kg untuk dijual ke pasar tradisional. Jangankan ayam, burung puyuh jantan pun juga laris manis sebagai unggas pedaging. Karenanya, itik tipe bantam dan ringan pun, terutama jantan dan afkirnya, juga berpotensi dikembangkan sebagai unggas pedaging.


Selain itik karawang, tegal, mojosari, bali, dan alabio, di Indonesia sebenarnya masih ada itik magelang. Beda itik magelang dengan indian runner lainnya adalah, ukurannya, termasuk ukuran telurnya yang paling besar. Posisi berdiri itik magelang, juga itik alabio, juga lebih condong ke depan, tidak setegak itik indian runner lainnya. Warna itik magelang juga lebih gelap, warna telurnya lebih biru, agak kehijauan. Telur itik magelang paling disukai pedagang martabak. Ciri khas itik magelang adalah, adanya "kalung" (warna bulu yang lebih gelap) pada lehernya, hingga disebut itik kalung. Itik magelang merupakan tipe petelur, namun juga paling cocok dikembangkan sebagai itik pedaging.


Itik petelur yang juga berpotensi dikembangkan sebagai itik pedaging, disebut sebagai kategori dwiguna. Sedangkan indian runner, disebut itik petelur, dan itik peking, serta entok disebut sebagai itik pedaging. Ada dua macam entog, atau itik manila. Pertama Cairina moschata, atau Muscovy Duck, yang berasal dari Amerika Tropis. Hasil domestifikasi Muscovy Duck, disebut Barbary Duck. Karena masuk ke Indonesia dari Filipina, itik ini disebut itik manila. Kedua entog White-winged Wood Duck, (Cairina scutulata), yang berukuran lebih kecil dibanding Barbary Duck. Itik manila White-winged Wood Duck, hasil domestifikasi itik liar asli Indonesia, yang juga terdapat di India Selatan, Banglades, dan Asia Tenggara, kecuali Filipina.


Saat ini, itik White-winged Wood liar masih bisa dijumpai di Taman Nasional Way Kambas di pulau Sumatera. Hingga sebenarnya, Indonesia punya potensi luarbiasa sebagai penghasil itik pedaging. Selama ini pun, itik jantan dari sentra peternakan itik di Brebes, Tegal, Mojosari, dan Alabio (Kalsel), sudah digemukkan dan masuk ke Jakarta. Di metropolitan ini, itik jantan yang digemukkan antara 1 minggu sampai 1 bulan ini dijual di ujung-ujung gang sebagai belibis atau burung goreng. Kalau si penjual ditanya, mereka akan menjawab, bahwa belibis itu diternak di Karawang. Padahal yang benar, yang mereka jajakan itik jantan yang telah digemukkan.


Dewasa ini juga mulai berkembang itik pedaging silangan antara itik manila betina Cairina moschata atau Cairina scutulata, dengan itik indian runner (itik petelur), terutama itik magelang. Silangan betina Cairina moschata dan jantan itik magelang, menghasilkan itik pedaging yang pertumbuhannya sangat pesat. Itik silangan ini mandul, hingga jantan maupun betinanya, semua akan digemukkan sebagai itik pedaging. Masyarakat menyebut itik pedaging hibrida ini sebagai tiktog (itik dan entog), atau itik serati. Dengan pengembangan itik pedaging tiktog, sebenarnya produksi unggas pedaging kita tidak akan terlalu tergantung pada grand-grandparent stock dari AS.


SUMBER KLIPPING: Foragri

Tidak ada komentar: